Saat ini banyak keluarga rentan terhadap komunikasi dan relasi antar anggotanya. Komunikasi dan relasi antar anak, komunikasi dan relasi antar anak dengan ibu, komunikasi dan relasi antar bapak dengan ibu, serta komunikasi dan relasi antar bapak dan ibu dengan anak-anaknya. Masing-masing anggota keluarga sibuk dengan orang lain atau dengan benda mati seperti handphone, gadget, smartphone, dan yang lainnya. Ketika kondisi berlanjut, maka yang terjadi bangun tidur anggota keluarga lebih akrab dengan menyapa orang-orang di luar keluarganya. Say hello, curhat, dan lainnya dengan teman di WA, Facebook, tweeter, instagram, BBM, dan yang sejenis. Tetapi mereka lupa menyapa orang yang paling dekat dalam keluarganya. Orang tua menyapa anak, atau anak menyapa dengan orang tua semakin berkurang dalam keluarga. Hal ini sangat berbahaya kalau dilanjutkan dan terus menerut karena akan muncul fenomena yang jauh terasa dekat sementara yang dekat terasa jauh. Orang lain tahu masalah yang dihadapi anak/pasangan hidup dalam keluraga kita, tetapi kita sendiri tidak tahu apa masalah yang dihadapai anggota keluarga kita di rumah.
Baca:
Fenomena ini disadarkan oleh peristiwa di Bulan Dzulhijjah. Bulan ini merupakan bulan yang penuh isyarat tentang pendidikan keluarga. Ada dua peristiwa yang merujuk tentang kesuksesan pendidikan keluarga. Dua peristiwa besar tersebut adalah : peristiwa Haji dan Qurban. Keluarga Ibrahim bagi umat muslim adalah keluarga yang istimewa seperti keluarga Nabi Muhammad. Karena setiap umat Islam bershalawat Nabi Muhammad SAW dan keluarga pasti diiringi dengan shalawat Nabi Ibrahim dan keluarga. Begitupula ketika mendoakan keberkahan pada Nabi Muhammad dan keluarga pasti diiringi dengan doa keberkahan pada Nabi Ibrahim bersama keluarga.
PERISTIWA HAJI
Haji sebagai rukun kelima dari rukun Islam memang merupakan satu ibadah dengan kenangan fisik dan psikis yang luar biasa. Sisi fisik sangat jelas karena perjalanan jauh dari tanah air menuju Makkah dan Madinah. Sisi Psikis terlihat dari prosesi Thawaf bagaimana seseorang harus hidup dengan satu poros "keabadian" yaitu Allah. Poros "keabadian" ini disimbolkan oleh Ka'bah. Ka'bah dibangun oleh Ibrahim bersama Ismail yang beda generasi. Generasi senior bisa kerjasama dengan generasi yunior untuk membangun Ka'bah. Walaupun tidak dididik "langsung" oleh Ibrahim tetapi Ismail bisa bekerjasama. Ini terjadi karena didikan istri Ibrahim yang melahirkan Ismai'l yaitu: Siti Hajar. Istri walaupun "dididik dari jauh" oleh suami selalu menasehati anak untuk bisa berbhakti kepada ayahnya. Ini bisa dicontoh oleh keluarga masa kini. Meskipun jauh dari suami, seorang istri harus selalu bisa menjaga rahasia suami yang tidak sedang berada jauh berbeda lokasi, bisa menjadi perilaku ataupun tindak tanduk kepada orang yang bukan mahrom. Istri walaupun jauh dari suami harus selalu bisa menanamkan rasa hormat pada suami/bapak dari anaknya bahwa jauhnya keluarga dikarenakan kepentingan agama, bukan kepentingan individual.
Peristiwa yang lainnya adalah sa'i. Pengorbanan seorang ibu memang sangat besar pada anaknya. Dari mengandung sampai dengan memberikan ASI kurang lebih 2,5 tahun merupakan perjuangan yang berat. Siti Hajar tidak mengeluh karena tidak didampingi suaminya ketika membesarkan Ismail. Beliau mencari kehidupan sendiri dengan selalu bertawakkal. Tidak pernah mengeluh, itulah yang perlu dicontoh bagi ibu-ibu sekarang. Tidak pernah membanding-bandingkan antar suami satu dengan suami yang lainnya. Ibu harus selalu bisa tegar menghadapi apapun suasana keluarganya agar anak tidak "cengeng" menghadapi kehidupan yang keras ini. Ketegaran ini akan menunjukkan pada anaknya bahwa kemandirian itu penting tanpa menyalahkan "ketiadaan" seorang bapak/suami di dalam keluarga.
PERISTIWA QURBAN
Qurban sebagai bagian dari episode pendidikan keluarga menarik dari Keluarga Ibrahim bisa menjadi inspirasi dalam mendidik anak di masa transisi usia anak. Dalam moment yang diabadikan oleh Allah dalam Surat 37 (Ash Shafaat) ayat 102-105 menyatakan ketika seorang anak sudah menginjak dewasa model pendidikannya harus bisa "menghormati" posisi anak yang bisa diajak bicara dengan logika yang bagus. Cara yang ditawarkan adalah dialog dan diskusi. Gambarannya sebagai berikut:
"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:"wahai anakku aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu wahai anakku?"
Dialog yang ada menunjukkan bagaimana seorang bapak bisa semesra dialog dengan anak laki-lakinya, belum banyak terjadi di dunia ini. cara memanusiakan manusia remaja dengan cara menyatakan "apa pendapatmu wahai anakku?" Pernyataan ini menunjukkan kemesaraan yang luar biasa pada Ibrahim terhadap anak remajanya. Apa yang dilakukan Ibrahim menunjukkan memperlakukan anak remaja semestinya bukan "no win situation yet" tetapi "win - win situation". Ketika keluarga bisa mendudukkan posisi anak remaja seperti Ibrahim, maka kemungkinan besarnya tidak akan ada lagi kekerasan antar remaja dalam beragam bentuknya.
Comments
Post a Comment